Cari disini data yang anda perlukan

Dukungan

Minggu, 30 Oktober 2011

STRES DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

STRES

Stresor adalah rangsang eksternal atau internal yang memunculkan gangguan pada keseimbangan hidup individu. Karenanya, secara sederhana stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu dituntut berespon adaptif. Stres merupakan suatu keadaan yang menuntut pola  respon individu, karena peristiwa/rangsang/hal tersebut mengganggu keseimbangannya.

Stres merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, stres seperti merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri. Meski cukup sering mengganggu, stres tidak perlu selalu dilihat sebagai hal negatif, karena dalam hal-hal tertentu, memiliki implikasi positif. Eustress adalah "stres dalam artian positif", yakni keadaan yang dapat memotivasi, berdampak menguntungkan.

BAGAIMANA STRES DIALAMI?

Adanya kejadian-kejadian signifikan, misalnya: kematian anggota keluarga, kematian orang dekat, perceraian atau perpisahan, mengalami hukuman, mengalami luka atau sakit serius, memasuki dunia perkawinan, dipecat, gagal melakukan hal penting, anggota keluarga sakit, kehamilan, masalah seksual, pertikaian serius dengan orang dekat, perubahan status keuangan, dan sebagainya.
Kesulitan hidup sehari-hari. Kesulitan hidup sehari-hari ternyata tidak dapat dianggap remeh, misalnya kekhawatiran tentang bagaimana memperoleh uang cukup, hubungan sosial yang tidak mulus dengan teman atau tetangga, terlalu banyaknya pekerjaan, ketidakmampuan memberikan waktu bagi keluarga, dsb.
Ciri kepribadian juga dapat berperan. Orang yang sangat menykai kompetisi, dan menuntut diri maupun orang lain untuk memenuhi standar pencapaian tinggi mungkin akan lebih mudah terkena stress yang terkait dengan penyakit. 
Faktor situasional juga tidak dapat dilupakan. Bila kita diperlakukan diskriminatif atau penuh prasangka karena sesuatu hal yang berbeda dari diri kita (mis. agama, jenis kelamin, kelas sosial, etnis dll), kita dapat merasa tertekan dan mengalami kesulitan untuk dapat beradaptasi atau bekerja secara baik.

(lihat skala stres dalam kehidupan sehari-hari dan skala penyesuaian kembali yang terlampir)
 
TIPE STRES PSIKOLOGIS

Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi bakteri, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita.  Bisa pula suatu stres psikologis, misalnya kegagalan kerja, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis, yang sering terjadi berbarengan. 
  • Tekanan. Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
     
  • Konflik. Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan.
    • Konflik menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai buruk, apalagi sampai tidak naik kelas.
    • Konflik mendekat-mendekat. Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat sama juga ada film sangat menarik untuk ditonton.
    • Konflik mendekat-menjauh. Terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak. Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggungjawab atas makhluk kecil yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan finansial, waktu, kemungkinan kehadiran anak akan mengganggu relasi suami-istri, dan lain sebagainya. 
  • Frustrasi. Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya.
    • Bila kita telah berjuang keras dan gagal, kita mengalami frustrasi.
    • Bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terhambat untuk melakukan sesuatu (misal jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi.
    • Bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya lapar dan butuh makanan), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustrasi.  
BAGAIMANA STRES MENAMPILKAN DIRI?

Stres menampilkan diri melalui berbagai gejala:
  • Yang paling umum adalah meningkatnya kegelisahan, ketegangan, kecemasan.
  • Cukup sering terjadi, individu mengalami sakit kepala, atau sakit fisik lain (mulas, gatal-gatal).
  • Tampilan fisik lain adalah ketegangan otot, gangguan tidur, meningkatnya tekanan darah dan detak jantung.
  • Stres juga dapat tampil dalam perubahan pada perilaku: individu jadi tidak sabar, lebih cepat marah, menampilkan perubahan pola makan (kehilangan selera, atau malahan terus menerus makan).
  • Yang lain menampilkan kelelahan, kondisi fisik yang menurun
  • Sebagiannya merasa frustrasi, tak berdaya, menjadi depresif.
  • Masalah atau gangguan dalam hubungan dengan orang-orang lain: curiga, cepat tersinggung, sering berbeda pendapat atau berselisih paham dll.  

BAGAIMANA MENGELOLA STRES?

Telah disebutkan bahwa stres merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup. Jadi yang perlu dipermasalahkan bukanlah apakah individu berada dalam kondisi stres atau tidak, melainkan bagaimana ia menghadapinya?

Secara psikologis, manusia berespon terhadap stres sesuai dengan persepsi dan proses pembelajaran yang telah diterimanya.

Suatu hal yang perlu dihindari adalah mengembangkan mekanisme pertahanan diri yang kaku. Mekanisme pertahanan diri kaku berkembang dan menetap ketika seseorang menghayati perasaan cemas dan tidak aman yang intens, yang sekaligus memunculkan perasaan bersalah dan/atau menganggu "ego" atau kebanggaan diri, dan untuk meminimalkan atau menghilangkannya, ia kemudian mengembangkan lapisan-lapisan pertahanan, yang dapat sedemikian rupa tak disadari. Dalam batas-batas tertentu, semua manusia normal secara sengaja menggunakan mekanisme ini, misalnya ketika tidak sedang dituntut untuk dapat berkonsentrasi menyelesaikan ujian, padahal pada saat sama sedang menghadapi perceraian. Dalam situasi ini, individu tersebut mungkin akan menekan dahulu kegelisahannya tentang perceraian, untuk dapat menyelesaikan ujian. Atau seorang ibu yang mendadak kematian anak akibat kecelakaan, dan selama beberapa waktu tidak percaya bahwa anaknya tela tidak ada. Bila memantap, mekanisme pertahanan diri akan mengganggu kenyamanan hidup diri sendiri maupun orang lain.

Menarik diri atau menghindar kadang menjadi suatu cara yang efektif, bila situasi yang menekan sudah tak dapat ditanggulangi. Misalnya bila kita berhadapan dengan orang yang sangat sulit, dan mengkonfrontasi orang tersebut akan menambah masalah. Meski demikian perlu diingat, bahwa kebiasaan bersikap "menarik diri" tidak menjadi suatu bentuk penyelesaian masalah yang dianjurkan. Individu yang terus-menerus cenderung mengambil cara menghindar akan sulit mengembangkan dirinya. Terus menghindar juga memperlihatkan ketidakmampuan individu untuk bersikap asertif. Karenanya, menarik diri atau menghindar sebaiknya dilakukan hanya dalam kasus-kasus khusus saja, dan diterapkan secara sementara.

Melatih asertivitas. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang orang bersikap seenaknya, atau mencoba memanfaatkan kelemahan orang lain bila itu memungkinkan. Melatih asertivitas menjadi salah satu cara penting yang tampaknya perlu dilakukan untuk mengatasi hal ini. Secara ringkas saja, individu dikatakan bersikap asertif bila ia mampu berhubungan sosial dengan orang lain secara jujur, menyatakan sikap dan pandangannya (yang mungkin berbeda) secara terbuka dan tegas, tetapi dengan tetap menghormati orang yang dihadapinya. Hanya diam secara pasif memendam kejengkelan bukanlah sikap asertif. Tetapi segera saja meledak marah, entah dengan memaki apalagi melakukan tindakan fisik tertentu, juga bukan sikap asertif. Yang terakhir lebih tepat disebut bersikap agresif.

Berkompromi. Berkompromi dapat tampil dalam bentuk lebih pasif, yakni lebih mencoba menyesuaikan diri dengan tuntutan, tanpa upaya untuk mengubah lingkungan. Terjadi pada individu yang demi menghindari konflik, mengikuti saja apa yang dituntut oleh pihak lain, meski hal itu mungkin dirasa kurang adil. Ini disebut konformitas. Kompromi juga dapat tampil dengan upaya kedua belah pihak untuk saling menyesuaikan diri. Ini di sebut negosiasi, dan biasanya menjadi cara penyelesaian masalah yang lebih baik, karena bukan hanya satu pihak yang dituntut untuk berubah, melainkan semua pihak yang terlibat.  Ada pula cara lain yang kadang digunakan, yakni substitusi. Karena kesulitan melakukan sesuatu yang diinginkan, subjek mencari tujuan pengganti, yang masih relevan dengan harapan sebelumnya. Misalnya, tidak mampu masuk sekolah kedokteran karena tak ada biaya, akhirnya memilih bidang farmasi yang menyediakan beasiswa.

Mengubah gaya hidup. Tentu kita memiliki pengendalian lebih besar terhadap diri sendiri, daripada terhadap lingkungan. Bila jalan-jalan di Jakarta selalu macet, tidak mungkin kita mengubah kemacetan itu. Yang dapat dilakukan adalah melakukan langkah-langkah aktif agar kemacetan tidak mengganggu kelancaran kegiatan kita. Gaya hidup dapat diubah antara lain melalui:
  • Mengubah kebiasaan.
  • Mengefektifkan dan mengorganisasi kegiatan dengan lebih baik.
  • Mengembangkan toleransi lebih besar terhadap stress. Banyak orang yang kita kagumi karena prestasi atau hasil kerjanya, yang mungkin sesungguhnya menghadapi sangat banyak stress daripada yang kita bayangkan. Mereka bukannya orang yang diberkahi dengan segala kesuksesan tanpa usaha. Sesungguhnya mereka menampilkan toleransi lebih besar terhadap tekanan: tuntutan deadline, kompetisi, penyelesaian masalah sulit, dan risiko kegagalan.
  • Belajar mengendalikan pikiran-pikiran yang menambah tekanan/mematahkan motivasi. Pikiran-pikiran seperti: "Hal ini tak mampu kulakukan", "Ini mustahil", "Ini terlalu sulit, untuk apa aku menghabiskan waktu untuk berusaha?" hanya menambah tekanan dan menghambat penyelesaian masalah. Pikiran-pikiran tersebut harus diganti dengan pernyataan-pernyataan seperti: "Memang ini tugas berat. Akan menjadi lebih mudah bila aku membuat langkah-langkah yang jelas secara bertahap", atau "Tentu tidak selesai kalau aku menunda-nunda. Aku akan mulai sekarang juga.", atau "Aku bisa mengerjakan bagian yang ini, bagian yang lain tentu juga bisa. Bagaimanapun aku sudah membuat kemajuan."
  • Selalu mengingatkan diri bahwa stress dapat menjadi sarana sangat berharga untuk memahami diri dengan lebih baik, yang bila ditanggapi secara tepat, akan membantu pertumbuhan diri.
  • Bila diperlukan, mencari dukungan/bantuan (dari lingkungan sosial dan/atau profesional) untuk memfasilitasi penyelesaian masalah. 

LATIHAN / PERTANYAAN REFLEKTIF
  1. Daftarkan masalah sehari-hari yang mengganggu Anda.  Apa saja itu? Menurut Anda, adakah sesuatu yang dapat dilakukan agar hal-hal itu tidak terlalu mengganggu lagi?
     
  2. Kebiasaan apa sajakah yang perlu Anda terapkan untuk mengubah gaya hidup sebelumnya?
    Bangun lebih pagi
    Hidup lebih teratur
    Berhenti merokok
    Membuat daftar rinci apa saja yang harus dikerjakan hari ini
    Menyediakan waktu khusus untuk rileks.
    Menghindari penundaan, langsung memulai.
    Menetapkan waktu khusus yang tetap untuk melakukan sesuatu.
    Menganggarkan waktu khusus untuk bersosialisasi dengan teman/kerabat
    Berjalan dengan lebih santai.
    Menyediakan waktu untuk sarapan.
    Apalagi?
  3. Dapatkah Anda mengingat kejadian-kejadian dimana stress menghasilkan implikasi positif? Jelaskan. 
Menurut Anda, dalam hal-hal/situasi-situasi apa saja kita dapat mencoba bersikap asertif? Apa sikap yang selama ini lebih sering Anda tampilkan? Berkompromi atau menghindar? Agresif dan menyalahkan? Atau bersikap asertif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar